Senin, 05 Maret 2012

GAMABARAN UMUM TENTANG RITEL

Gambaran Umum Bisnis Ritel

Ritel berasal dari kata retail yang berarti eceran. Bisnis ritel merupakan suatu bisnis menjual produk dan jasa pelayanan yang telah diberi nilai tambah untuk memenuhi kebutuhan pribadi, keluarga, atau pengguna akhir lainnya. Aktivitas nilai tambah yang ada dalam bisnis ritel diantaranya meliputi assortment, holding inventory, dan providing service (Sopiah, 2008). Bisnis ritel di Indonesia dibedakan menjadi 2 kelompok, yaitu ritel tradisional dan ritel modern. Ritel modern pada dasarnya merupakan pengembangan dari ritel tradisional. Format ritel ini muncul dan berkembang seiring perkembangan perekonomian, teknologi, dan gaya hidup masyarakat yang menuntut kenyamanan lebih dalam berbelanja (Pandin, 2009).

Persaingan Industri Ritel
Sejarah membuktikan, ekonomi pasar merupakan sistem terbaik untuk membangun dan mempertahankan kesejahteraan masyarakat. Dalam sistem ekonomi pasar, aktivitas produsen dan konsumen tidak direncanakan oleh sebuah lembaga sentral, melainkan secara individual oleh para pelaku ekonomi. Persainganlah yang bertindak sebagai tangan-tangan tak terlihat yang mengkoordinasi rencana masing-masing. Sistem persaingan yang terbentuk dapat membuat produksi serta konsumsi dan alokasi sumber daya alam, sumber daya manusia, dan modal menjadi efisien (KPPU, 2001).

Pasar Tradisional
Mengutip dari Perpres No 112 Tahun 2007 Bab I tentang ketentuan umum, dengan jelas mengkategorisasikan tentang konsep dan definisi dari pasar dan pasar tradisional. Lebih detailnya dapat dijelaskan sebagai berikut:
Pasar adalah area tempat jual beli barang dengan jumlah penjual lebih dari satu baik yang disebut sebagai pusat perbelanjaan, pasar tradisional, pertokoan, mall, plasa, pusat perdagangan maupun sebutan lainnya. Sedangkan Pasar Tradisional sendiri adalah pasar yang dibangun dan dikelola oleh Pemerintah, Pemerintah Daerah,
Swasta, Badan Usaha Milik Negara, dan Badan Usaha Milik Daerah termasuk kerjasama dengan swasta dengan tempat usaha berupa toko, kios, los dan tenda yang dimiliki/dikelola oleh pedagang kecil, menengah, swadaya masyarakat atau koperasi dengan usaha skala kecil, modal kecil dan dengan proses jual beli barang dagangan melalui tawar menawar
. 
Lokasi pendirian pasar tradisional wajib mengacu pada Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten/Kota dan Rencana Detail Tata Ruang Kabupaten/Kota, termasuk peraturan zonasinya (pasal 2) dan pasar tradisional boleh berlokasi pada setiap sistem jaringan jalan, termasuk sistem jaringan jalan lokal atau jalan lingkungan pada kawasan pelayanan bagian kota/kabupaten atau lokal atau lingkungan (perumahan) di dalam kota/kabupaten (pasal 5). Dari ketentuan ini, aspek lokasi pasar tradisional relatif flexible dibandingkan dengan ketentuan lokasi bagi pasar modern dan pusat perbelanjaan, utamanya untuk kelas supermarket, hypermarket/grosir (perkulakan), yang melarang berlokasi di jaringan jalan dengan sistem pelayanan lokal dan lingkungan.

Sedangkan dalam Bab IV Pasal 12 tentang perijinan, dijelaskan bahwa izin usaha pengelolaan pasar tradisional (IUP2T) untuk pasar tradisional diterbitkan oleh Bupati/Walikota dan Gubernur untuk Pemprov DKI Jakarta. Termasuk dalam perizinan tersebut, sebagaimana dijelaskan dalam pasal 13 harus dilampirkan tentang studi kelayakan termasuk mengenai analisis Amdal, aspek sosial budaya, dampak bagi usaha perdagangan eceran setempat, dan dokumen rencana kemitraan dengan usaha kecil.

Dari Perpres No. 112 Tahun 2007, secara tidak langsung tersirat usaha untuk melakukan harmonisasi antara eksistensi pasar tradisional dan toko modern. Dan dengan jelas, pemerintah berupaya melindungi keberadaan pasar tradisional, yang makin terdesak oleh hadirnya pusat perbalanjaan dan pasar modern, melalui pembatasan lokasi bagi pasar modern dan pusat perbelanjaan, untuk kategori kelas tertentu seperti supermarket dan hypermarket.
Apabila dilihat dari jenisnya, pasar tradisional dibedakan dalam kelas atas hirarkhi sebagai berikut:
a. Menurut kementerian DPU dalam lampiran No. 22 Kep. Menteri PU No. 378/UPTS/1987 Tanggal 3 1-08-1987 tentang pengesahan 33 standar konstruksi bangunan di Indonesia perihal petunjuk perencanaan kawasan kota, menetapkan jenis sarana niga dan industri dalam 5 hirarki, yaitu: warung, pertokoan, pusat perbelanjaan lingkungan untuk 3 0.000 penduduk, pusat perbelanjaan dan niaga untuk 120.000 penduduk, serta pusat perbelanjaan dan niaga untuk 480.000 penduduk.
b. Profil dan direktori pasar di DKI Jakarta (1994) secara berurutan hirarkinya terbagi atas : pasar regional, pasar kota, pasar wilayah, dan pasar lingkungan.
c. Menurut Jahara T.Jayadinata dalam Tandiyar (2007) mendefinisikan bahwa jarak tempuh antara pusat kota dengan pasar dan sebagainya harus bisa ditempuh dengan berjalan kaki sekitar 30 atau 45 menit, sedangkan pasar lokal harus bisa ditempuh dari lingkungan yang dilayaninya (market area) sampai jarak 3/4 km atau 10 menit perjalanan, sedangkan untuk standar luasnya ditetapkan 500 m2/1 .000 penduduk.

Pasar Modern
Pasar modern adalah tempat penjualan barang-barang kebutuhan rumah tangga (termasuk kebutuhan sehari-hari), dimana penjualan dilakukan secara eceran dan dengan cara swalayan, konsumen mengambil sendiri barang dari rak dagangan dan membayar ke kasir (Anonymous, 2009). 
Menurut Nielsen (2007) dalam Pandin (2009), dalam lima tahun terakhir, pasar modern merupakan penggerak utama perkembangan ritel modern di Indonesia. Pada tahun 2004 – 2008, omset pasar modern bertambah 19,8 persen, tertinggi dibanding format ritel modern yang lain. Omset Department Store, Specialty Store dan format ritel modern lainnya masing-masing meningkat hanya 5,2 persen, 8,1 persen dan 10,0 persen per tahun. Peningkatan omset yang cukup tinggi tersebut membuat pasar modern semakin menguasai pangsa omset ritel modern. Perkembangan market share pasar modern dari tahun 2004 – 2008 meningkat 70.5 persen menjadi 78.7 persen dari total omset ritel modern. 
Menurut Tambunan, dkk. (2009) Pasar Modern dibedakan menjadi 3 kelompok yaitu:
a. Minimarket
Minimarket merupakan pasar swalayan yang hanya memiliki satu atau dua mesin kasir dan hanya menjual produk-produk kebutuhan dasar rumah tangga (basic necessities) yang telah dipilih terlebih dahulu.
b. Supermarket
Supermarket merupakan pasar swalayan yang memiliki lebih dari dua mesin kasin dan juga menjual barang-barang segar (fresh goods) seperti sayur dan daging selain basic necessities yang lebih beragam dari minimarket.
c. Hypermarket
Hypermarket merupakan pasar swalayan yang memiliki lebih dari lima mesin kasir dan juga menjual basic necessities dan barang-barang segar namun lebih beragam dibandingkan dengan supermarket, selain itu hypermarket juga menjual barang-barang white goods atau elektronik.

Permasalahan Antara Pasar Modern dan Pasar Tradisional
Menurut seorang pakar ritel, Prodjolalito dalam Tambunan dkk., (2004), permasalahan utama antara ritel modern (minimarket, supermarket dan hypermarket) dan ritel tradisional, terutama di kota-kota besar seperti Jakarta adalah lokasi, di mana ritel modern dengan kekuatan modalnya yang luar biasa berkembang begitu pesat yang lokasinya berdekatan dengan lokasi ritel tradisional. Padahal sudah ada Peraturan Daerah No 2 Tahun 2002 mengenai pengaturan (izin) lokasi bagi ritel modern. Dua komponen penting dari SK tersebut adalah jarak minimum antara ritel modern dengan ritel tradisional, dan jam buka ritel moderen berbeda, yakni antara jam 10 pagi hingga jam 10 malam.
Perbedaan jarak ini dimaksud untuk memberi kesempatan bagi pasar-pasar tradisional untuk tetap bisa mendapatkan pembeli dari masyarakat sekitar pasar tersebut. Sedangkan perbedaan waktu buka adalah untuk memberi kesempatan bagi pasar-pasar tradisional untuk tetap mendapatkan pembeli yang ingin belanja di bawah jam 10 pagi. Meskipun demikian, dengan berkembangnya ritel modern menyebabkan pangsa pasar tradisional dari tahun ke tahun semakin menurun.
Prodjolalito dalam Tambunan, dkk., (2004) pun menyatakan bahwa masih banyaknya pasar yang tetap bisa bertahan hingga saat ini (dan kemungkinan juga di masa depan), walaupun pertumbuhan ritel modern sangat pesat, juga disebabkan oleh adanya perbedaan dalam segmen pasar.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar