Kamis, 25 November 2010

banjir wasior

Banjir Wasior Proses Evolusi Bentang Alam

(Foto: daylife)
YOGYAKARTA- Banjir bandang merupakan proses aliran air yang deras dan pekat karena disertai dengan muatan sedimen berupa bongkah-bongkah batuan dan tanah (sering pula disertai dengan pohon-pohon tumbang) yang berasal dari arah hulu sungai.

Banjir bandang berbeda dibandingkan banjir biasa karena proses terjadinya disertai kenaikan debit air secara tiba-tiba dan cepat, meskipun tidak diawali dengan turunnya hujan di daerah hilir sungai yang banjir.

 ada atau tidak ada pembalakan hutan, banjir bandang tetap terjadi secara periodik sebagai bagian dari proses evolusi bentang alam. Banjir bandang biasa terjadi pada daerah dataran rendah kipas alluvial yang berbatasan langsung dengan pegunungan terjal, yang juga merupakan daerah dengan curah hujan tinggi dan di sekitarnya pernah mengalami gempa bumi.
 lahan yang rentan terkena banjir bandang dicirikan oleh adanya kontras kemiringan lereng antara perbukitan dengan tebing/lereng curam yang secara tiba-tiba berubah menjadi dataran rendah. Kondisi semacam ini sangat mirip dengan bentang alam di daerah Wasior, dan masih banyak pula daerah lain di Indonesia yang memiliki kondisi bentang alam serupa.

“Jadi setidaknya selain faktor alam sebagai pengontrol seperti kondisi geologi, faktor pemicu seperti curah hujan yang tinggi ikut menjadi penyebab terjadinya bencanadi suatu wilayah,” paparnya.

Untuk itu  perlunya identifikasi dan pemetaan zona rentan banjir bandang,  penataan ruang yang tepat dan ketat, serta pemantauan dan peringatan dini. “ Pemantauan untuk mendeteksi pembentukan bending sedimen di daerah hulu, peningkatan curah hujan di daerah hulu sungai, dan peningkatan debit air dan laju sedimen dari hulu ke hilir,

 Perubahan iklim dari pengamatannya justru yang paling berpengaruh terharap terjadinya banjir bandang Wasior. Curah hujan tinggi misalnya menjadi salah satu factor pemicu frekuensi bencana di sana terjadi.

“Bukan illegal logging. Perubahan iklim terus terang diakui menyebakan frekuensi bencana berubah cepat,

Sedangkan masyarakat asli Wasior justru banyak yang tinggal di daerah lereng. Pemerintah dalam kasus Wasior ini untuk jangka pendek juga tengah merancang sebuah master plan dilakukannya pemindahan (relokasi) bagi 9.000 jiwa (3.000 KK) di sekitar lokasi bencana.

“Tidak mudah. Selain menyangkut persoalan politis di pusat, di daerah pun bisa terjadi. Apalagi kalau menyangkut kebijakan misalnya antara Gubernur dengan Bupatinya bisa tidak akur dan sepaham,

Tidak ada komentar:

Posting Komentar